LUMAJANG, RINGSATU.Net – Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Jenderal Sudirman Lumajang menggelar Seminar Nasional bertema “Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi”, Kamis (9/10/2025).
Kegiatan ini merupakan implementasi Permendikbudristek Nomor 55 Tahun 2024 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi (PPKPT).
Acara berlangsung di Aula STIH Jenderal Sudirman gedung lantai 3 beralamat di jalan Mahakam Jogotrunan Lumajang, terselenggara berkat kerja sama antara Komisi X DPR RI, Kemendikbudristek, LLDIKTI Wilayah VII, serta pihak kampus. Seminar menghadirkan tiga narasumber nasional: H.M. Noer Purnamasidi, S.Sos., M.AP. (Anggota Komisi X DPR RI), Prof. Diah Sawitri, S.E., M.M. (Kepala LLDIKTI Wilayah VII), Dwi Sriyantini, S.H., M.H. (Ketua Satgas PPKPT STIH Jenderal Sudirman).
Kegiatan dibuka dengan penampilan Tari Nusantara oleh mahasiswi STIH yang memukau tamu undangan.
Kurang lebih 100 peserta, terdiri dari mahasiswa, dosen, dan perwakilan instansi pendidikan, yang hadir dalam acara tersebut.
Ketua STIH Jenderal Sudirman, Dr. Jati Nugroho, S.H., M.Hum., menyampaikan apresiasi atas terselenggaranya seminar yang relevan dengan kondisi dunia pendidikan saat ini.
“Kehadiran para narasumber, terutama dari Komisi X DPR RI dan LLDIKTI Wilayah VII, merupakan kehormatan besar bagi kami,” ujarnya.
Dr. Jati juga menyoroti kemajuan pesat kampus, yang kini memiliki lebih dari 700 mahasiswa aktif dan 11 dosen tetap, beberapa di antaranya sudah bergelar doktor. Ia menegaskan pentingnya menjaga integritas akademik dan semangat inovatif civitas akademika untuk mewujudkan kampus unggul dan berdaya saing.
Kepala LLDIKTI Wilayah VII, Prof. Diah Sawitri, mengapresiasi komitmen STIH dalam mendukung implementasi PPKPT.
“Perguruan tinggi harus menjadi ruang aman dan beretika. Mahasiswa boleh menyampaikan aspirasi, tapi dengan cara yang konstruktif dan bermartabat,” tegasnya.
Ia juga menekankan pentingnya penandatanganan fakta integritas antara pimpinan, dosen, dan mahasiswa sebagai bentuk pencegahan kekerasan. Menurutnya, kampus harus menjadi agen perubahan sosial dan ekonomi menuju Indonesia Emas 2045.
Dalam sesi utama, Anggota Komisi X DPR RI, H.M. Noer Purnamasidi, S.Sos., M.AP., menegaskan bahwa kampus harus menjadi ruang yang bebas dari segala bentuk kekerasan, diskriminasi, dan perundungan.
“Kalau tidak ada kasus kekerasan, jangan berhenti di situ. Pertahankan! Ketiadaan bullying justru menunjukkan kampus ini sehat dan dipercaya masyarakat,” ujarnya.
Noer Purnamasidi menjelaskan, Permendikbudristek Nomor 55 Tahun 2024 hadir sebagai tanggung jawab negara untuk memastikan lingkungan pendidikan yang inklusif. Ia mengingatkan bahwa kekerasan tidak selalu fisik, tapi juga bisa berupa verbal, sosial, dan berbasis gender, yang dampaknya sering kali lebih berat bagi korban.
Selain itu, ia menyinggung pentingnya pengelolaan anggaran pendidikan yang tepat sasaran dan mendukung kesejahteraan dosen sebagai pilar utama pendidikan.
“Dosen yang sejahtera akan lebih optimal dalam membimbing mahasiswa. STIH Jenderal Sudirman sudah menjadi contoh baik dalam membangun lingkungan akademik yang beretika dan berkeadaban,” tutupnya.
Seminar nasional ini menjadi momentum penting dalam memperkuat kesadaran kolektif untuk mencegah kekerasan dan menciptakan kampus yang aman, berbudaya, dan berdampak positif bagi masyarakat serta semangat baru civitas akademika STIH Jenderal Sudirman Lumajang untuk terus maju dan berinovasi demi pendidikan tinggi yang bermartabat.