SIDOARJO. RING SATU.net – Di tengah modernisasi, warga dusun Juwet Desa Grabagan, Kecamatan Tulangan, Sidoarjo masih mempertahankan tradisi “Ruwah Dusun” yang telah dilakukan selama turun temurun setiap tahun ini kembali digelar pada hari ini, Sabtu 24/2/24
Kades Grabagan, Kamadi mengatakan, tradisi ruwah dusun merupakan salah satu wujud syukur atas segala nikmat yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa, serta untuk mendoakan para pemimpin wilayah mulai dari tingkatan RT / RW hingga Presiden agar senantiasa diberikan kelancaran dalam memimpin wilayahnya.
“Ruwah dusun ini sudah menjadi tradisi warga dusun Juwet yang sudah dilaksanakan sejak dulu kala, tujuannya yang pertama adalah kirim do’a untuk leluhur yang sudah berjasa di dusun Juwet, juga mendoakan para pemimpin wilayah mulai dari RT / RW, Kades, Camat, Bupati, Gubernur hingga Presiden agar diberikan kekuatan dan kelancaran dalam memimpin wilayahnya,” katanya.
Antusiasme warga begitu terasa, mulai dari membawa tumpeng hasil Bumi Buah buahan dan sayuran dengan berbagai ukuran, hingga ikut arak-arakan tumpeng nasi dan lauk setinggi 1,5 meter, seberat 75 kg menuju punden makam mbah buyut diyah. Punden tersebut dipercaya sebagai makam dari cikal bakal/pembuka Dusun Juwet Desa Grabagan
Masih kata Kamadi, Saya berharap warga desa Grabagan khususnya dusun Juwet, dengan adanya Ruwah Dusun warga bisa saling menjaga kerukunan, melestarikan tradisi, dan semoga hasil tanam melimpah ruwah, makmur dan sejahtera.” Tambahnya
Ruwah dusun ini, juga di gelar wayang kulit Putra Laras dengan Ki Dalang Slamet Darmawan yang menyajikan lakon Semar Andom Rejeki atau Wahyu, yang diketahui Semar dan Bethara Kresna adalah dua figur yang dianggap sebagai kekuatan pendamping lima saudara Pandawa yang dalam cerita wayang merupakan wakil-wakil dari sikap dan tingkah laku yang baik. Semar seakan mewakili kaum jelata biarpun aslinya berasal dari kelompok para Dewa di Suralaya, sedangkan Bathara Kresna adalah kaum elite atau raja yang semasa mudanya diasuh Semar dan anak-anaknya.
Cerita ini dimulai dengan keinginan Semar sebagai perantara turunnya “Wahyu Ketenteraman”, suatu kekuatan untuk menentramkan masyarakat, agar bekerja secara gotong royong mengembangkan program ketenteraman bagi rakyat. Usaha itu dilakukan secara gotong royong melenyapkan Pagebluk yang melanda desa Grabagan. Semar sebagai perantara turunnya wahyu mendapat petunjuk Dewa agar wahyu dapat diberikan kepada yang berhak dengan penuh kedamaian. ” Pungkasnya (Ardi)